Minggu, 04 Oktober 2015

KOMPILASI HATI: Titik Dua Petik Bintang

Sawadee kha! Aku bawa sesuatu yang baru nih, buat pengisi di page Kompilasi Hati. Ini cuma fiksi koookkkk tenang ajaa :)) Anyway, ini juga aku post di akun Wattpad aku. Buat yang mau tau unamenya bisa dilihat di page Find Me ya~! Yang mau kasih kritik, saran, dipersilahkan. Enjoy~!

Cover sederhana. Maafkaannn.

“Malam ini aku terjaga, teringat lagi tentang pertemuan kita yang pertama. Serta cerita-cerita panjang yang mengalir mengikutinya.

Perkenalan pertama…

Tak ada yang istimewa di antara kita. Kamu yang kulihat hanyalah sesosok biasa tanpa ada yang istimewa. Kamu tak tampan rupawan, apalagi menawan. Yang aku ingat kamu hanyalah sosok jangkung dengan bibir yang selalu melengkung, menyemburatkan seutas senyum.

Tiba saatnya kamu tampil istimewa…

Kamu seperti ditakdirkan menjadi seorang bintang, menawan setiap mata yang memandang ke arah dirimu datang. Sungguh bagiku kamu tetap bukan sosok yang menawan, tapi sedikit banyak aku tau bahwa kamu menyenangkan.

Entah kapan kedekatan ini berjalan…

Waktu telah berhasil memanipulasi dirinya sendiri, membuat semua berjalan tanpa disadari. Entah ini takdir Tuhan atau bukan, yang jelas tanpa disadari kita telah berubah menjadi teman. Kedekatan yang tak pernah direncanakan. Pembicaraan yang tak pernah sebelumnya dilontarkan. Takdir Tuhan selalu mengalun indah, kan?

Sampai muncul rasa yang ganjil…

Rasa yang tak pernah kuduga akan tiba. Yang tidak pernah ku rencanakan untuk datang. Rasa yang tiba-tiba menikam relung hati paling dalam.

Pahit dan manisnya jatuh cinta pun terasa…

Kamu secara ajaibnya telah mengubah seluruh hidupku. Kamu telah menyentuh palung hati paling tak terjamah yang aku miliki. Kamu menjadikan palung yang gelap menjadi penuh gemerlap. Kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan pernah tunjukkan padaku.

Denganmu, waktu yang aku lalui terasa sedang dimanipulasi. Siangku jadi lebih cepat dan malamku jadi lebih lambat. Padahal di saat malam, rinduku yang tertawan tak lagi tergenggam. Dia tumpah ruah ke segala sudut hati paling tak terisi. Waktuku terasa lebih cepat saat bersamamu, kamu selalu mampu membuat suasana hangat seakan memelukku.

Denganmu, hatiku tak lagi hanya tentang lara, tapi juga tentang bahagia, duka, sakit dan kecewa.

Denganmu langit tak lagi kelabu, tapi juga jingga, fuchsia, biru, bahkan warna paling tak bernama.

Sakit hati tersakit dari ketidaksakitan yang paling tak terucapkan sakit…

Bukan salahmu jika aku jatuh, sakit, lalu terluka karena mencintamu. Kamu tak pernah tau, dan aku pun tak pernah mengharapkan kamu untuk tau. Dari segala ketidaktahuanmu akan sesuatu, rasa ini lah yang paling aku tidak ingin untuk kamu ketahui.

Tak apa. Ini semua bukan salahmu.

Bukanlah salahmu jika kamu tak pernah tau bahwa aku mencintaimu. Bukan salahmu juga jika kau kemudian memutuskan untuk mencintai hati yang berbeda. Hati yang pasti bukanlah aku.
Biarlah aku jatuh, sakit dan terluka meski sendiri, walau berkawankan sepi. Tak ada obat yang mampu mengobati sepi yang terisi di sini. Tak ada jamu yang mampu memberikan tenaga untuk hati yang mengaduh lesu.

Jadi tak usah kamu berusaha menawarkan obat penawarnya, karena tak ada.

Tak ada, selain kamu…

Senyummu sedikit banyak mampu mengubah hariku. Senyummu mampu mengobati luka yang menganga di dalam rongga dada. Kamu mungkin tak sadar, tapi senyummu mampu membuat hatiku hangat. Ada tentram yang tertanam. Ada sejuk yang tertusuk. Di sana, di sudut hati paling tak terjejak.

Saatnya pindah…

Terlalu berlarut-larut aku bertutur tentangmu. Terlalu bertele-tele aku mendongengkan namamu. Terlalu lama hatiku diselimuti namamu, pun terlalu lama hariku bertitahkan tentang kamu.
Tapi apa? Jangankan untuk menoleh, melirik saja kamu tak bersedia. Hatimu sudah dipenuhi namanya, seperti aku yang dipenuhi namamu. Dan harimu sudah diwarnai oleh dia, selayaknya aku yang diwarnai olehmu.

Tak apa. Ini semua bukan salahmu. Bukannya aku sudah berkata bahwa biarlah aku jatuh, sakit dan terluka meski sendiri, walau berkawankan sepi.

Sekarang saat kamu masih saja enggan menoleh ke arah yang lain selain dia, biarkan aku hijrah. Aku akan pindah.

Tak perlu berbasa-basi dan bertanya aku mau kemana, karena kamu pun tak akan mau menyusul dan melangkah bersama.

Aku kuat, tenang saja. Kakiku masih dua dan gagah untuk berdiri di atas sakitnya luka yang terpaku. Tanganku masih dua dan kuat untuk menjabat tanganmu dan berucap dengan senyum paling palsu, semoga kau bahagia dengannya.

Dan akan aku ucapkan itu bersama kepedihan dan kesakitan paling tak terlihat yang mengekoriku di belakang. Menuntut hatiku untuk lemah dan menuntut mataku untuk mengucurkan air mata.

Tapi tenang saja, aku tak akan kalah. Padamu akan kutunjukkan bahwa aku lebih kuat dari yang pernah kamu duga.

Sekali lagi, semoga berbahagia dengannya.

Titik dua petik bintang dariku,

Sang pengagum rahasiamu, hati yang tak pernah sempat memilikimu.

Selesai. Ferry selesai membaca surat yang diterimanya dari Ratna. Sejujurnya dia amat terkejut, tak pernah menduga bahwa teman yang bahkan terlalu dekat pun tidak, ternyata mempunyai rasa padanya.

“Ini jujur? Maksud aku, kamu beneran serius pernah segini jatuhnya sama aku?” tanyanya mencoba mengorek kepastian dari seseorang di hadapannya.

“Hmm..” Ratna bergumam dengan nada berat. Tenggorokannya seakan tercekat.

“Tapi kamu kan tau sendiri aku sudah punya pacar, Na.” Ferry berujar selembut mungkin. “Aku nggak bisa.”

“Nggak apa-apa kok Fer, di situ kan udah aku bilang ini semua bukan salah kamu. Aku yang nanam rasa ini dengan sengaja, jadi aku juga yang harus nanggung rasa sakitnya sendiri.” Ratna diam sejenak, terasa berat mengungkapkan semuanya begini.
Ratna  mengulurkan tangannya dan disambut oleh Ferry. Mereka berjabat dalam rasa canggung yang menjerat.

“Semoga kamu bahagia ya dengannya. Dia memang gadis yang jauh lebih baik jika kamu bandingkan dengan aku.” Air mata Ratna mengalir pelan namun dihapusnya, berusaha sekuat mungkin untuk tidak menunjukkan kelemahannya.

“Mulai sekarang, aku bisa tenang. Aku sudah ngungkapin semuanya dengan kamu. Aku harap kita bisa tetap berteman tanpa ada rasa canggung sedikitpun.” Dilepasnya tangan Ferry lalu berbalik dan pergi meninggalkan Ferry yang masih memegang surat dari Ratna.

“Ratna!” panggil Ferry, menghentikan langkah Ratna untuk sejenak. “Kamu gadis dan teman yang baik. Aku yakin kamu bisa dapetin yang lebih baik dari aku, Na.”

Ratna hanya mengangguk tanpa menoleh. Membiarkan air mata jatuh tertutupi punggungnya. ‘Yang lebih baik dari kamu mungkin banyak, tapi kamu cuma satu,’ batinnya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar