Sawadee kha! Aku bawa sesuatu yang baru nih, buat pengisi di page Kompilasi Hati. Ini cuma fiksi koookkkk tenang ajaa :)) Anyway, ini juga aku post di akun Wattpad aku. Buat yang mau tau unamenya bisa dilihat di page Find Me ya~! Yang mau kasih kritik, saran, dipersilahkan. Enjoy~!
 |
Cover sederhana. Maafkaannn. |
“Malam
ini aku terjaga, teringat lagi tentang pertemuan kita yang pertama. Serta
cerita-cerita panjang yang mengalir mengikutinya.
Perkenalan
pertama…
Tak
ada yang istimewa di antara kita. Kamu yang kulihat hanyalah sesosok biasa tanpa
ada yang istimewa. Kamu tak tampan rupawan, apalagi menawan. Yang aku ingat
kamu hanyalah sosok jangkung dengan bibir yang selalu melengkung,
menyemburatkan seutas senyum.
Tiba
saatnya kamu tampil istimewa…
Kamu
seperti ditakdirkan menjadi seorang bintang, menawan setiap mata yang memandang
ke arah dirimu datang. Sungguh bagiku kamu tetap bukan sosok yang menawan, tapi
sedikit banyak aku tau bahwa kamu menyenangkan.
Entah
kapan kedekatan ini berjalan…
Waktu
telah berhasil memanipulasi dirinya sendiri, membuat semua berjalan tanpa
disadari. Entah ini takdir Tuhan atau bukan, yang jelas tanpa disadari kita
telah berubah menjadi teman. Kedekatan yang tak pernah direncanakan.
Pembicaraan yang tak pernah sebelumnya dilontarkan. Takdir Tuhan selalu mengalun
indah, kan?
Sampai
muncul rasa yang ganjil…
Rasa
yang tak pernah kuduga akan tiba. Yang tidak pernah ku rencanakan untuk datang.
Rasa yang tiba-tiba menikam relung hati paling dalam.
Pahit
dan manisnya jatuh cinta pun terasa…
Kamu
secara ajaibnya telah mengubah seluruh hidupku. Kamu telah menyentuh palung
hati paling tak terjamah yang aku miliki. Kamu menjadikan palung yang gelap
menjadi penuh gemerlap. Kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan pernah
tunjukkan padaku.
Denganmu,
waktu yang aku lalui terasa sedang dimanipulasi. Siangku jadi lebih cepat dan
malamku jadi lebih lambat. Padahal di saat malam, rinduku yang tertawan tak
lagi tergenggam. Dia tumpah ruah ke segala sudut hati paling tak terisi.
Waktuku terasa lebih cepat saat bersamamu, kamu selalu mampu membuat suasana
hangat seakan memelukku.
Denganmu,
hatiku tak lagi hanya tentang lara, tapi juga tentang bahagia, duka, sakit dan
kecewa.
Denganmu
langit tak lagi kelabu, tapi juga jingga, fuchsia, biru, bahkan warna paling
tak bernama.
Sakit
hati tersakit dari ketidaksakitan yang paling tak terucapkan sakit…
Bukan
salahmu jika aku jatuh, sakit, lalu terluka karena mencintamu. Kamu tak pernah
tau, dan aku pun tak pernah mengharapkan kamu untuk tau. Dari segala
ketidaktahuanmu akan sesuatu, rasa ini lah yang paling aku tidak ingin untuk
kamu ketahui.
Tak
apa. Ini semua bukan salahmu.
Bukanlah
salahmu jika kamu tak pernah tau bahwa aku mencintaimu. Bukan salahmu juga jika
kau kemudian memutuskan untuk mencintai hati yang berbeda. Hati yang pasti
bukanlah aku.
Biarlah
aku jatuh, sakit dan terluka meski sendiri, walau berkawankan sepi. Tak ada
obat yang mampu mengobati sepi yang terisi di sini. Tak ada jamu yang mampu
memberikan tenaga untuk hati yang mengaduh lesu.
Jadi
tak usah kamu berusaha menawarkan obat penawarnya, karena tak ada.
Tak
ada, selain kamu…
Senyummu
sedikit banyak mampu mengubah hariku. Senyummu mampu mengobati luka yang
menganga di dalam rongga dada. Kamu mungkin tak sadar, tapi senyummu mampu
membuat hatiku hangat. Ada tentram yang tertanam. Ada sejuk yang tertusuk. Di
sana, di sudut hati paling tak terjejak.
Saatnya
pindah…
Terlalu
berlarut-larut aku bertutur tentangmu. Terlalu bertele-tele aku mendongengkan
namamu. Terlalu lama hatiku diselimuti namamu, pun terlalu lama hariku bertitahkan
tentang kamu.
Tapi
apa? Jangankan untuk menoleh, melirik saja kamu tak bersedia. Hatimu sudah
dipenuhi namanya, seperti aku yang dipenuhi namamu. Dan harimu sudah diwarnai
oleh dia, selayaknya aku yang diwarnai olehmu.
Tak
apa. Ini semua bukan salahmu. Bukannya aku sudah berkata bahwa biarlah aku
jatuh, sakit dan terluka meski sendiri, walau berkawankan sepi.
Sekarang
saat kamu masih saja enggan menoleh ke arah yang lain selain dia, biarkan aku
hijrah. Aku akan pindah.
Tak
perlu berbasa-basi dan bertanya aku mau kemana, karena kamu pun tak akan mau
menyusul dan melangkah bersama.
Aku
kuat, tenang saja. Kakiku masih dua dan gagah untuk berdiri di atas sakitnya
luka yang terpaku. Tanganku masih dua dan kuat untuk menjabat tanganmu dan
berucap dengan senyum paling palsu, semoga kau bahagia dengannya.
Dan
akan aku ucapkan itu bersama kepedihan dan kesakitan paling tak terlihat yang
mengekoriku di belakang. Menuntut hatiku untuk lemah dan menuntut mataku untuk
mengucurkan air mata.
Tapi
tenang saja, aku tak akan kalah. Padamu akan kutunjukkan bahwa aku lebih kuat
dari yang pernah kamu duga.
Sekali
lagi, semoga berbahagia dengannya.
Titik
dua petik bintang dariku,
Sang
pengagum rahasiamu, hati yang tak pernah sempat memilikimu.”
Selesai. Ferry selesai membaca surat yang
diterimanya dari Ratna. Sejujurnya dia amat terkejut, tak pernah menduga bahwa
teman yang bahkan terlalu dekat pun tidak, ternyata mempunyai rasa padanya.
“Ini jujur? Maksud aku, kamu beneran serius pernah
segini jatuhnya sama aku?” tanyanya mencoba mengorek kepastian dari seseorang
di hadapannya.
“Hmm..” Ratna bergumam dengan nada berat.
Tenggorokannya seakan tercekat.
“Tapi kamu kan tau sendiri aku sudah punya pacar,
Na.” Ferry berujar selembut mungkin. “Aku nggak bisa.”
“Nggak apa-apa kok Fer, di situ kan udah aku bilang
ini semua bukan salah kamu. Aku yang nanam rasa ini dengan sengaja, jadi aku
juga yang harus nanggung rasa sakitnya sendiri.” Ratna diam sejenak, terasa
berat mengungkapkan semuanya begini.
Ratna
mengulurkan tangannya dan disambut oleh Ferry. Mereka berjabat dalam
rasa canggung yang menjerat.
“Semoga kamu bahagia ya dengannya. Dia memang gadis
yang jauh lebih baik jika kamu bandingkan dengan aku.” Air mata Ratna mengalir
pelan namun dihapusnya, berusaha sekuat mungkin untuk tidak menunjukkan
kelemahannya.
“Mulai sekarang, aku bisa tenang. Aku sudah
ngungkapin semuanya dengan kamu. Aku harap kita bisa tetap berteman tanpa ada
rasa canggung sedikitpun.” Dilepasnya tangan Ferry lalu berbalik dan pergi
meninggalkan Ferry yang masih memegang surat dari Ratna.
“Ratna!” panggil Ferry, menghentikan langkah Ratna
untuk sejenak. “Kamu gadis dan teman yang baik. Aku yakin kamu bisa dapetin
yang lebih baik dari aku, Na.”
Ratna hanya mengangguk tanpa menoleh. Membiarkan air
mata jatuh tertutupi punggungnya. ‘Yang
lebih baik dari kamu mungkin banyak, tapi kamu cuma satu,’ batinnya.
TAMAT